Quotes
Terakhir diubah pada
Dalam Islam, belajar bukan hanya soal membaca dan menghafal, tapi juga melatih hati dan akal untuk melihat hikmah di balik setiap kejadian. Ketidakmampuan untuk melihat kebaikan seringkali bukan karena kebaikan itu tidak ada, tetapi karena kita enggan merenung dan belajar darinya.
1. Al-Qur’an Mengajak Kita Belajar dari Segala Hal
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Alam, sejarah, bahkan musibah adalah pelajaran hidup. Yang bisa melihat kebaikannya hanyalah orang-orang yang mau berpikir dan belajar.
Kebodohan bukan hanya karena tidak tahu, tetapi juga karena tidak mau belajar dari pengalaman hidup.
Islam mengajarkan husnudzon—berbaik sangka—kepada Allah dan sesama manusia. Bila kita tak bisa melihat kebaikan, bisa jadi hati kita tertutup dan malas untuk bertafakur.
Jika kamu masih tidak bisa melihat kebaikan dalam setiap hal, mungkin saatnya untuk belajar dengan sungguh-sungguh—bukan hanya dengan akal, tapi juga dengan hati.
Dalam ajaran Islam, kita diajarkan untuk waspada (ihtiyath) dalam menjalani hidup, namun tidak boleh takut berlebihan terhadap kematian. Sebab kematian bukanlah akhir segalanya, melainkan gerbang menuju kehidupan yang lebih kekal.
Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk berhati-hati dalam setiap tindakan. Islam menekankan pentingnya ikhtiar maksimal menjaga keselamatan jiwa dan raga. Sebagaimana sabda beliau:
"Jagalah diri kalian dari bahaya."
(HR. Bukhari)
Namun, kehati-hatian ini tidak boleh menjelma menjadi ketakutan yang melumpuhkan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati."
(QS. Ali Imran: 185)
Kematian adalah ketetapan Allah yang pasti. Islam mengajarkan untuk bersiap menghadapi kematian, bukan untuk takut berlebihan terhadapnya.
Seorang Muslim hidup dengan tawakal (percaya penuh kepada Allah). Tetap berhati-hati, namun menyerahkan hasil sepenuhnya kepada-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang."
(HR. Tirmidzi)
Dalam hidup, tidak semua orang ditakdirkan menjadi pemeran utama di panggung dunia. Sebagian dari kita adalah penggerak, penopang, dan penjaga lentera bagi orang lain—yang mungkin tak selalu disorot, namun sangat berarti. Islam sangat menghargai peran ini.
Dalam Islam, yang dinilai Allah bukan besar kecilnya peran seseorang di mata manusia, tapi niat dan keikhlasannya. Bahkan jika kamu hanya membantu dari balik layar, jika itu karena Allah, nilainya besar di sisi-Nya.
Rasulullah ﷺ menyebutkan salah satu ciri penghuni surga:
“...setiap orang yang berhati lembut, penyayang, bertakwa, dan tidak dikenal oleh orang-orang—namun jika ia bersumpah kepada Allah, pasti Allah kabulkan.”
(HR. Muslim)
Mereka adalah orang-orang tidak populer, namun bernilai tinggi di sisi Allah karena ketulusan dan kontribusi mereka yang tersembunyi.
Banyak sahabat Nabi ﷺ yang bukan pemimpin besar, namun memainkan peran penting. Bilal bin Rabah dengan azannya, Abu Hurairah dengan ilmu dan hafalannya, Sumayyah dengan keteguhannya. Mereka semua adalah penyokong kebenaran.
Jadi, jika kamu merasa hidupmu hanya sebagai penggerak bagi orang lain, jangan kecewa. Dalam Islam, penggerak yang tulus lebih mulia daripada tokoh utama yang sombong.
“Tidak apa-apa kawan, jika kamu tak jadi tokoh utama. Cukuplah Allah tahu bahwa kamu adalah alasan kebaikan itu sampai.”
Dalam perspektif Islam, seruan “Hidupkan perkataanmu kawan. Living your words” memiliki dasar yang sangat kuat. Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk berkata baik, tetapi juga menghidupkan dan membuktikan ucapan melalui amal perbuatan.
Allah berfirman dalam Surah Ash-Shaff ayat 2–3:
"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(QS. Ash-Shaff: 2–3)
Ayat ini secara eksplisit mengecam mereka yang tidak mengamalkan apa yang mereka katakan. Islam mengajarkan bahwa kredibilitas moral seorang Muslim terletak pada konsistensinya—antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan.
“Living your words” bukan sekadar motivasi, tapi prinsip hidup dalam Islam. Ucapan yang baik harus dibuktikan dengan amal. Bahkan, integritas seorang Muslim ditentukan oleh seberapa jauh ia menghidupkan kata-katanya dalam laku nyata.
Jika kamu berkata tentang kejujuran, jadilah jujur. Jika kamu berbicara tentang sabar, hiduplah dengan kesabaran. Itulah jalan menuju keikhlasan, keberkahan, dan ridha Allah SWT.
"Buktikan kehadiranmu nyata kawan. Tidak untuk orang lain, tetapi untuk dirimu sendiri. Sebab perjalanan paling hakiki adalah mengenal siapa dirimu, menerima kekuatan dan kelemahanmu, serta berani menjalani hidup dengan autentik. Seperti yang diungkapkan Imam Al-Ghazali [1], 'Barang siapa mengenal dirinya, maka sungguh ia mengenal Tuhannya.' Kenalilah dirimu, maka jalan menuju kebahagiaan dan kedekatan kepada-Nya akan terbuka dengan sendirinya."
Quotes ini mengandung makna mendalam bahwa seseorang harus senantiasa haus ilmu pengetahuan, terus belajar tanpa batas waktu, sambil tetap sadar bahwa hidup itu singkat sehingga harus memaksimalkan setiap kesempatan untuk berbuat baik secara autentik dan penuh kesungguhan.
Kesuksesan dimulai dari kebiasaan kecil yang baik. Sebab, tidak ada pencapaian besar tanpa konsistensi dalam hal-hal kecil. Seperti sabda Nabi Muhammad ﷺ[1], 'Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit.' Maka mulailah dari langkah kecil, dan biarkan kebiasaan baik membentuk jalan menuju keberhasilan.
Jangan takut gagal, karena kegagalan adalah langkah menuju kesuksesan. Setiap kegagalan adalah bagian dari proses belajar, menguatkan mental, dan mendekatkan kita pada pencapaian yang lebih besar. Seperti kata Thomas Edison, 'Saya tidak gagal. Saya hanya menemukan 10.000 cara yang tidak berhasil.' Maka teruslah melangkah, karena setiap kegagalan membawamu selangkah lebih dekat ke keberhasilan.
Orang yang berhenti belajar akan menjadi tua, baik dalam usia maupun dalam pikiran. Sebaliknya, mereka yang terus belajar akan tetap muda dalam semangat, kreativitas, dan kebijaksanaan. Ilmu adalah cahaya yang menerangi langkah kita, menjauhkan dari kebodohan, dan membuka peluang baru dalam hidup.
Ketika kamu berhenti mencoba, di situlah kamu mulai gagal. Kegagalan sejati bukanlah saat kamu jatuh, tetapi saat kamu menyerah dan enggan bangkit kembali. Setiap usaha, sekecil apa pun, adalah langkah maju yang mendekatkanmu pada keberhasilan.